oleh: Hanevi Djasri

Tanggal 1 dan 2 Juni 2022, PERSI Pusat mengadakan acara sosialisasi standar akreditasi rumah sakit yang baru saja ditetapkan oleh Kemenkes. Sosialisasi daring tersebut diikuti dengan antusias oleh lebih dari 2.400 peserta dan video youtube-nya telah ditonton lebih dari 16.000 pemirsa dalam waktu tidak sampai 12 jam, sungguh luar biasa.

Semangat tersebut diharapkan tetap tinggi pada tahap penerapan standar akreditasi, yang terdiri dari kegiatan membangun kebulatan tekad bersama, memperdalam pemahaman persyaratan akreditasi, melakukan baseline assessment, menetapkan rencana penerapan dan sistem pemantauan kemajuan akreditasi, membentuk tim fasilitator dan pelaksana, serta menyusun, melaksanakan, dan meningkatkan efektifitas berbagai kebijakan dan prosedur.

Berbagai upaya pemenuhan standar akreditasi yang menguras sumber daya RS dan memakan waktu berbulan-bulan tersebut akan dinilai oleh para “penyurvei” (menggunakan istilah baku dalam KBBI) dari lembaga independen penyelenggara akreditasi dalam waktu 3 sampai 4 hari saja. Sehingga penting bagi pimpinan RS memilih dengan bijaksana lembaga akreditasi yang akan melakukan penilaian.

Saat ini terdapat 6 lembaga independen penyelenggara akreditasi RS dengan berbagai akronim yang hampir mirip KARS, LAFKI, LARS-DHP, LARS, LAM-KPRS, LARSI. Pimpinan RS bebas memilih sebebas-bebasnya (dan memang tidak boleh dipaksa baik secara halus apalagi terang-terangan) lembaga yang akan diminta menilai RS yang dipimpinnya, namun ternyata tidak mudah memilih yang terbaik.

The International Society for Quality in Healthcare (ISQua) telah memberikan kiat jitu memilih lembaga akreditasi terbaik. ISQua adalah komunitas internasional untuk meningkatkan mutu dan keselamatan pasien termasuk dengan membentuk External Evaluation Association (ISQua-EEA) sebagai asosiasi lembaga evaluasi eksternal yang kemudian mengembangkan pedoman dan standar bagi lembaga evaluasi eksternal (termasuk lembaga akreditasi).

Berdasarkan beberapa kriteria inti dari ISQua-EAA, cara memilih lembaga akreditasi terbaik adalah dengan menilai berbagai aspek dibawah ini:

  1. Tatakelola: Pilihlah lembaga akreditasi yang telah berupaya mencegah dan memastikan bebas dari kemungkinan konflik kepentingan, memiliki kejelasan tatakelola organisasi yang meliputi: susunan organisasi, masa jabatan, mekanisme pengangkatan, dan uraian tugas setiap pengelola, serta jalur akuntabilitas yang melibatkan pemangku kepentingan di luar lembaga.
  2. Manajemen strategi, operasional, dan keuangan: Pilihlah lembaga akreditasi yang memiliki kejelasan rencana strategis, disusun dengan melibatkan para pemangku kepentingan (termasuk wakil pengelola RS), dilengkapi dengan tujuan dan sasaran yang dapat dicapai dan terukur.
  3. Manajemen risiko dan peningkatan mutu: Pilihlah lembaga akreditasi dengan sistem manajemen keluhan yang baik, yaitu lembaga yang: menjelaskan prosedur pengajuan komplain baik oleh pengelola RS, penyurvei, dan pemangku kepentingan lainnya, memiliki kerangka waktu yang jelas dalam menindaklanjuti keluhan, memastikan adanya umpan balik kepada pelapor, serta menggunakan temuan dari keluhan untuk peningkatan kualitas berkelanjutan.
  4. Manajemen SDM: Pilihlah lembaga akreditasi yang memiliki program orientasi bagi staf baru (termasuk para penyurvei), sehingga para staf mereka memahami dengan baik misi, visi, nilai, strategi, layanan, dan struktur lembaga mereka, serta prosedur kesehatan dan keselamatan, termasuk peran dan tanggung jawab mereka.
  5. Manjemen informasi: Pilihlah lembaga akreditasi yang memiliki sistem teknologi informasi (TI) yang baik, yaitu informatif, ramah pengguna, selalu diperbaharui, dan dipelihara, serta terdapat mekanisme keamanan. Lembaga akreditasi juga harus memiliki proses untuk memastikan bahwa semua informasi: akurat, dapat diandalkan, dapat diakses sesuai dengan undang-undang yang relevan, dan dijaga kerahasiaannya.
  6. Manajemen penyurvei: Pilihlah lembaga akreditasi yang memiliki jumlah dan komposisi keterampilan penyurvei yang cukup untuk memastikan layanan survei yang diberikan berkualitas. Lembaga akreditasi juga harus mengangkat penyurvei melalui proses yang ketat dan transparan sesuai dengan kriteria seleksi berbasis kompetensi dan persyaratan dari lembaga akreditasi.
  7. Manajemen proses survei dan hubungan dengan pengelola RS: Pilihlah lembaga akreditasi yang menyediakan informasi lengkap tentang program penilaian akreditasi yang ditawarkan dan memiliki pengaturan untuk memastikan ketidakberpihakan serta menghindari konflik kepentingan dalam hubungan dengan pengelola RS.
  8. Pengelolaan status akreditasi: Pilihlah lembaga akreditasi yang setelah pemberian status akreditasi tetap memantau secara berkelanjutan kepatuhan pengelola RS terhadap standar dan upaya mereka untuk melakukan perbaikan. Lembaga akreditasi juga harus memiliki mekanisme untuk menindaklanjuti setiap permasalahan terkait RS yang telah terakreditasi.

Bagaimana cara pengelola RS memperoleh informasi dan menilai delapan aspek ini? Mudah, cukup cari, buka, dan pelajari website dari masing-masing lembaga akreditasi tersebut diatas.

Bagaimana kalau website-nya tidak ada atau tidak informatif? Mudah, nilai saja bahwa aspek tersebut diatas tidak terpenuhi. Kita berada di era informasi digital, bila informasi seperti itu tidak ada di website anggap saja memang tidak ada, “gitu aja kok repot”.

—-

Hanevi Djasri, pada tahun 2005 menjadi anggota ISQua, tahun 2018 menjadi fellow ISQua

Lampiran

Catatan:

  1. Penilaian dapat dilakukan dengan skala Likert 1-5
    • 1:tidak ada atau tidak ada informasi
    • 2:kurang baik
    • 3:cukup baik
    • 4:baik
    • 5:sangat baik
  2. Penilaian disarankan tidak hanya dilakukan oleh 1 orang tapi oleh tim
  3. Instrumen ini dapat dimodifikasi oleh masing-masing RS tergantung kebutuhan

Artikel ini sudah terbit lebih dulu pada tanggal 2 Juni 2022 di http://mutupelayanankesehatan.net/3811-tips-memilih-lembaga-akreditasi-rs-terbaik

SHARE THIS ENTRY: